Teori Social Exchange: Semakin Dewasa, Teman Jadi Sedikit

SA_-_Teori_Social_Exchange-01

Artikel ini menjelaskan alasan circle pertemanan yang semakin kecil berdasarkan  teori Social Exchange.

Banyak yang ngerasa bahwa semakin bertambahnya umur, circle pertemanan pun jadi mengecil. Dulu main bareng, telponan sampai pagi, curhat dari A sampai Z, eh sekarang cuma sebatas viewers Instagram Story. Hahaha, relate banget.

Kamu juga kan? Sampe mikir sebenarnya yang berubah siapa sih? Aku atau dia? Apa yang menyebabkan teman makin berkurang? Pertanyaan ini dapat dijawab melalui teori Social Exchange dari psikolog John Thibaut dan Harold Kelley.

Apa Itu Teori Social Exchange?

Selama ini kita belum sadar, bahwa hubungan manusia (pertemanan, pacaran, pernikahan, relasi kerja) diibaratkan seperti bisnis. Terdapat 3 unsur yang mempengaruhi lama atau tidaknya suatu hubungan akan bertahan. Unsur tersebut antara lain: cost (biaya), reward (imbalan), dan profit (keuntungan).

Apabila reward yang diterima lebih sedikit dari cost yang dikeluarkan, kemungkinan ada pihak yang merasa dirugikan, sehingga hubungan tersebut bisa saja berakhir lebih cepat.

“Kok ada biaya segala, emang lagi belajar Ekonomi? Perasaan gue kalo temenan nggak itung-itungan deh,”

Oh ya? Kata siapa? Di artikel ini, akan dijelaskan lebih lanjut mengenai cost, reward, dan profit yang dimaksud dalam teori Social Exchange. Yuk, pahami lebih dalam!

  • Cost (Biaya)

Thibaut dan Kelley bilang, ketika menjalani hubungan, manusia pasti mengeluarkan cost alias biaya. Walaupun, bentuknya nggak selalu uang, bisa berupa tenaga atau waktu yang kita curahkan untuk mempertahankan relasi tersebut. Dengerin curhat, ngasih advice, nganterin mereka pulang. Meskipun tak dapat diukur oleh materi,  perlu pengorbanan untuk melakukannya.

Pengorbanan berdampak pada opportunity cost, yakni kehilangan peluang untuk melakukan hal lain. Misalnya, pas pengen me time, temen kamu malah minta ditemenin karena habis putus cinta 🙁

  • Reward (Imbalan)

Ingat rasanya dikasih surprise ulang tahun? Bahagia ya? Merasa diperhatikan dan disayang sama circle sendiri. Kejutan ulang tahun dapat dikategorikan sebagai reward atas cost yang sudah kamu keluarkan.

Dalam teori Social Exchange, reward membuat seseorang merasa diapresiasi dalam sebuah hubungan. Ibaratnya, “bukan gue doang yang berjuang sendirian!” Bentuk reward macam-macam, seperti: quality time, ngasih kado, traktiran makan siang, mengantar pulang hingga larut malam, kirim hampers lebaran, dan lain-lain.

  • Profit (keuntungan)

Gue seneng deh main sama Ririn, orangnya lucu, moodbooster parah,” 

“Temenan sama Hani bikin pinter, anaknya nggak pelit ilmu,”

Ririn dan Hani berteman di kampus. Kelebihan Ririn terletak pada kekonyolan dan sifat ceria, sedangkan Hani cenderung pendiam namun senang berbagi ilmu. Meskipun Ririn nggak pintar, Hani merasa diuntungkan oleh tingkah laku Ririn yang selalu membuatnya terhibur. 

Sementara itu, nilai Ririn meningkat setelah berteman dengan Hani. Untuk membalas kebaikan Hani, Ririn berusaha menjadi teman yang baik dengan tingkah lakunya yang mengundang keceriaan.

SA_-_Teori_Social_Exchange-02

Apakah kamu pernah menjadi Ririn atau Hani? Berada dalam sebuah circle yang dapat memberikan manfaat. Entah kepuasan batin, materi, atau advice pengembangan diri. Tanpa disadari, manusia memilih hubungan yang dianggap menguntungkan bagi mereka. 

Jika ada timbal balik di dalamnya, maka hubungan itu terus terjalin sepanjang mereka hidup. Sebaliknya, jika terdapat pihak yang dirugikan, orang tersebut cenderung menarik diri lalu mencari alternatif hubungan lain yang lebih menguntungkan dibanding sebelumnya. 

Kenapa Circle Mengecil?

Oke, mulai paham ‘kan penjelasan 3 unsur dalam sebuah hubungan? 

Balik lagi ke paragraf awal, kenapa ya dulu bisa curhat segala macem sedangkan sekarang sebatas react story Instagram? 

Gini gini. Sebagai manusia, kita tumbuh dan berproses menuju fase hidup yang lebih kompleks. Anggaplah ketika masih sekolah, obrolan kita cuma seputar tugas atau urusan percintaan. Tapi, begitu umur bertambah, banyak hal yang menjadi prioritas dan tanggung jawab. Ada yang sibuk organisasi, mulai kerja, bangun bisnis, bahkan berkeluarga. 

Itulah mengapa, saat memasuki usia 20 tahunan, pertemanan tak lagi diukur dari seberapa banyak circle kita, tapi kualitas dan manfaat yang bisa diperoleh.

Alasannya simpel kok, karena kita nggak punya waktu buat hangout dengan semua orang.  Maka dari itu, muncul pertanyaan: “sebenernya temen kayak gimana yang lo butuhin di usia sekarang?”

Ya beda-beda. Mungkin Hani pengen berada di lingkungan pertemanan yang bisa diajak sharing seputar masalah hidup dan pekerjaan. Dan kebetulan, dia mendapatkan hal itu saat berkumpul bersama teman kantornya.

Sementara Ririn masih asyik nongkrong dan bolak-balik bimbingan skripsi. Renggangnya hubungan mereka bukan karena saling melupakan, melainkan prioritas hidup yang tak lagi sama.

Ujung-ujungnya, Hani lebih sering menghabiskan waktu bareng circle kantornya, nggak perlu keluar bensin atau janjian juga kan. Profit yang diperoleh Hani pun makin besar. Coba ingat lagi penjelasan 3 unsur dalam sebuah hubungan ya.

Comparison Level of Alternatives & Toxic Relationship

Beberapa orang pernah mengalami situasi seperti Ririn dan Hani. Prioritas hidup berubah, circle pertemanan pun mengecil. Yaudah biasa aja, nggak ada yang salah dengan itu. People come and go, remember?

Tapi, ada juga yang tetap bertahan dalam lingkaran pertemanan tanpa memperhatikan cost dan reward-nya. Thibaut dan Kelley bilang, nggak semua manusia punya kuasa untuk mengakhiri hubungan saat cost dan reward tak lagi seimbang (rugi). Ada kalanya mereka bertahan karena tidak memiliki alternatif hubungan lain, yang dikenal dengan comparison level of alternatives.

Pernah punya teman yang toxic tapi susah buat ditinggalin? Kenapa tuh kira-kira?

“Gimana ya… kita udah kenal dari kecil soalnya,”

“Gue susah buat deket sama orang baru,” 

Alasan klasik seperti di atas dapat berujung pada hubungan pertemanan yang toxic, alias beracun. Bisa jadi hanya dia yang diuntungkan, sedangkan kita rugi bandar. Contoh: pas dia punya masalah, kita ikut mikirin jalan keluarnya. Giliran kita sedih, boro-boro cari solusi, dengerin aja ogah. Huft.

Bertahan dalam hubungan toxic berdampak pada standar cost dan reward yang kamu miliki dalam sebuah hubungan. Lama-kelamaan, kamu terbiasa menjalani hubungan yang tidak sehat. Gapapa deh berkorban, meskipun balasannya belum setimpal, yang penting dia nggak ninggalin gue.

Coba deh, pertimbangkan lagi kualitas hubungan yang kamu miliki sekarang. Worth it nggak sih? Kamu luangin waktu buat orang lain, nemenin jalan, dengerin keluh kesahnya, tapi kebutuhan pribadi kamu sudah terpenuhi belum? Kapan terakhir kali kamu me time?

Sebenarnya kamu bisa kok keluar dari hubungan yang nggak sehat, namun terlalu malas atau takut untuk memulai relasi baru. Mungkin diluar sana ada segelintir orang yang lebih menghargai keberadaan kamu daripada circle yang kamu miliki saat ini.

Nah, ternyata, ada penjelasan ilmiah terkait hubungan usia dengan jumlah pertemanan yang kita punya. Nggak perlu khawatir, anggaplah hal ini sebagai fase hidup menuju kedewasaan.  Dengan begitu, kamu bisa memilah siapa saja yang memang patut dipertahankan. Dan jangan lupa meluangkan waktu untuk dirimu sendiri ya!

SKill Academy - CTA

Referensi:

Senjaya, Sasa Djuarsa. 2007. Teori Komunikasi. Jakarta: Universitas Terbuka.

Teori Social Exchange [Daring]. Tautan: 

https://lib.dr.iastate.edu/cgi/viewcontent.ckkgi article=1003&context=engl_reports (diakses 3 Mei 2020)

http://blog.unnes.ac.id/sakapleng/2015/11/14/teori-pertukaran-sosial-social-exchange-theory/ (diakses 3 Mei 2020)

https://medium.com/predict/social-exchange-theory-ffbd3fb37e41 (diakses 3 Mei 2020)

Salsabila Nanda